Seperti seperti hari sebelumnya,
kali ini kami akan hunting jajan pasar di Pasar Banyumas, kami diantarkan oleh
mbah Barman dalam dua kali trip, saya ikut trip yang kedua. Sewaktu kami sampai
di pasar ternyata group trip satu sudah menunggu mobil kami, kami pun heran koq
cepet banget sudah selesai jalan-jalan di pasar. Setelah group kami masuk ke
pasar, ternyata pasarnya masih sepi, banyak kios yang belum buka, lalu kami pun
berjalan melewati lorong los penjual sayur hingga ke ujung pasar. Dan ternyata
di dekat pintu masuk sisi lain pasar ini terdapat kios yang menjual jajan
pasar. Kami pun berhenti disini dan memilih aneka jajan pasar, dengan uang
sepuluh ribu lima ratus saya sudah mendapatkan banyak jajan pasar, ada nasi
kuning (porsi kecil), getuk lindri, lontong isi, dan tahu isi telur puyuh. Oh ya disini ada juga sate kerang
lho, rasanya guriih banget.
Setelah selesai beli jajan pasar kami kembali ke meeting point di samping pasar,
ternyata mba Barman sudah standby jadi kami langsung kembali ke rumah mba Titi.
Sementara itu ternyata teman-teman belum puas beli jajan pasar mereka pergi ke
pasar darurat dekat rumah. Setelah semua kumpul dan selesai sarapan, kami
siap-siap berangkat ke Bukit Watu Meja/Bukit Badar. Kalau Bandung punya Tebing Keraton, Majalengka
punya Cadas Gantung, maka Banyumas
mempunyai Bukti Watu Meja. Bukit Batu Meja / Bukit Badar berlokasi di desa
Tumiyang, kecamatan Kebasen, kabupaten Banyumas.
Berhubung di hari ketiga, kami
memakai mobil kijang jadi kami harus dibagi menjadi dua gelombang. Kebetulan
saya ikut gelombang kedua.
Gelombang pertama sudah berangkat
beberapa saat lalu, tapi ternyata mbah Barman tak kunjung datang, belakangan
baru tau ternyata mbah Barman lama karena pergi tambal ban mobil dulu. Berikutnya giliran kelompok kedua berangkat
menuju Bukit Watu Meja, tetapi begitu kami sampai di jalan masuk menuju Bukit
Watu Meja ternyata kami mendapati teman-teman yang kelompok pertama duduk-duduk
di pinggir jalan, katanya mereka tadi sudah mencoba naik bukit tapi karena tadi
malam hujan jalanan jadi becek, berlumpur dan licin. Maka merekapun turun
kembali.
Nah, mba Titi sebagai warga
Banyumas yang sebelumnya sudah pernah pergi ke Bukit Watu Meja, menduga
teman-teman kelompok satu melewati jalan lain, bukan seperti yang dimaksud oleh
mba Titi. Maka kami pun akhirnya bareng-bareng menuju jalan yang dimaksud oleh
mba Titi, yaitu di pos satu.
Pos satu ini seperti loket masuk,
terdiri dari sebuah meja dengan buku tamu dan sebuah kotak katu untuk
memasukkan sumbangan sukarela. Setelah mba Titi mengisi buku tamu dan
memasukkan sumbangan sukarela, kami pun mulai tracking. Rute untuk menuju Bukit
Watu Meja ini ada beberapa kalau kita dari pos satu disini ada dua jalur yaitu
jalur ekstrim jalan pintas tapi dengan kemiringan yang ekstrim dan tidak ada
pagar pegangan, selain itu ada jalur biasa rutenya agak memutar tetapi dilengkapi
dengan pagar bambu untuk pegangan.
Kami memilih melalui jalur biasa, walaupun begitu jalanan juga berupa tanah yang saat itu basah sehabis hujan semalam jadi tanah pun mulai menempel di sepatu/sandal kami. Semakin lama, track semakin mendaki dan licin, jadi harus hati-hati agar tidak terpeleset atau jatuh. Walaupun demikian di beberapa ruas track juga terdapat pagar bambu yang dapat kita gunakan sebagai pegangan agar tidak terpeleset.
Kami
sempat istirahat sebentar di sebuah warung, sambil menunggu teman-teman yang
lain agar jaraknya tidak terlalu jauh.
Akhirnya kami sampai di sebuah hutan pinus, disini sudah dekat dengan
lokasi Bukit Watu Meja, hutan pinus ini
sepertinya milik perhutani dan pohon pinus ini pun disadap getahnya, tampak
dari adanya sayatan dan mangkuk yang menempel di pohon –pohon pinus.
Sambil
beristirahat dan menunggu teman-teman yang lain, kami berfoto-foto dulu di
sekitar hutan pinus ini.
Setelah selesai berfoto kami
melanjutkan berjalan naik puncak bukit dimana terdapat lokasi watu meja berada.
Sebelum mencapai puncak bukit, kami berhenti dulu di pos dua, untuk mengisi
buku tamu dan memberi sumbangan sukarela.
Akhirnya kami sampai di puncak
Bukit Watu Meja,di sebelah sudut kiri tampah batu besar yang bentuknya
menyerupai meja. Oh rupanya itu yang menyebabkan lokasi ini disebut Watu Meja.
Panorama dari bukit Watu Meja ini
benar-benar luar biasa, menakjubkan, sebuah
bukit dengan batu-batu besar dipinggir tebing, karena bibir tebing tidak
dipagari makan harus berhati-hati bila berdiri atau berjalan. Di seberang sana
tampak bukit yang hijau dengan lembah hijau dan sawah terhampar yang dipisahkan
oleh sungai serayu yang panjang berkelok. Diatas sungai Serayu ini terdapat
jembatan rel kereta api, dari sini kita bisa menyaksikan kereta yang lewat
diatas jembatan serayu seperti ular yang melata.
Setelah puas berfoto-foto dibawah
cuaca yang terik, kami pun akhirnya beristirahat di warung yang tak jauh dari
lokasi Watu Meja ini. Saya membeli minuman teh manis dalam kemasan botol dan satu
mendoan. Hanya empat ribu saja lho, murah banget ya. Padahal untuk naik ke
lokasi ini jalannya susah lho.
Setelah semua cukup istirahat
makan dan minum, kami pun turun kembali k pos satu, dan kami pun yang duluan
diangkut mobil untuk menuju sentra batik khas Banyumas “Pringmas” di desa
Papringan, kecamatan Banyumas.
Sektiar lima belas menit
sampailah kami di sebuah komplek dengan bangunan yang berfungsi sebagai toko
display aneka produk kerajinan, lalu ada juga bangunan yang merupakan workshop
batik dan sebuah aula. Di aula tampak beberapa ibu-ibu sedang mengerjakan
pembuatan batik. Kami pun langsung menuju ke dalam bangunan toko, melihat-lihat
koleksi produk yang dijual, yang dijual lebih banyak batik dalam bentuk kain
lembaran, ada yang berupa batik tulis, batik cap, batik tritik dan jumputan.
Selain itu ada juga bebera baju batik yang sudah jadi tetapi koleksinya hanya sedikit, lalu ada batik yang diaplikasikan dalam bentuk tas, sarung bantal sofa, kain taplak, gagang telepon, tempat tissue dan lain-lain.
Selain itu ada juga bebera baju batik yang sudah jadi tetapi koleksinya hanya sedikit, lalu ada batik yang diaplikasikan dalam bentuk tas, sarung bantal sofa, kain taplak, gagang telepon, tempat tissue dan lain-lain.
Disini juga ada koleksi beberapa
penghargaan yang diperoleh serta motif batik khas Banyumas yang dipajang dalam figura kaca.
Setelah puas melihat-lihat
koleksi batik saya keluar gedung ini lalu menuju ke aula, saya mendekati
ibu-ibu yang sedang mengerjakan proses membatik. Bahkan salah satu pengrajin
menjelaskan bahwa dia sedang mengerjakan batik yang akan dibawa keluar negeri.
Saya pun penasaran dan akhirnya bertanya, “mba batiknya mau dibawa pameran
keluar negeri?” Pengrajin batiknya menjawab, “bukan pameran mba tapi akan
dipake oleh pemain bola dari Inggris, itu lho yang temannya pemain bola timnas yang
dari batak itu?” Saya pun menimpali, “oh kalo ga salah namanya Ferdinand Sinaga
ya?” Lalu saya pun mendekati pengrajin batiknya,
dan ternyata tampak ada logo klub Manchaster United! Woww….hebaaattt…
#Belakangan hari saya baru tahu, kalau yang benar namanya Radja Nainggolan.
#Belakangan hari saya baru tahu, kalau yang benar namanya Radja Nainggolan.
Sementara itu dibangunan sebelah
yang berfungsi seperti dapur batik, seorang pengrajin sedang mengerjakan proses
membatik, mengisi isian motif batik dengan canting dan malam.
Setelah merasa cukup, dan
teman-teman dari group satu sudah sampai, kamu pun group dua segera berangkat
untuk makan siang, kami berencana makan soto sangka Yu Marni. Soto Sangka Yu
Marni menempati bangunan sederhana tetapi berada di tempat strategis. Kami pun
langsung memesan soto dan segera melahapnya…bahkan ada beberapa teman yang
makan dua mangkuk. Porsi soto sangka memang memakai mangkuk kecil jadi kalau
terbiasa makan banyak pasti berasa kurang nendang dech, apalagi irisan
ketupatnya cuma sedikit, di Banyumas ketupatnya bentuknya kecil-kecil jadi
makan satu buah rasanya belum kenyang lho.
Inilah penampakan soto Sangkat, dengan irisan ketupat, kacang goreng dan sambelnya pakai sambal kacang. Guriiih banget...
Inilah penampakan soto Sangkat, dengan irisan ketupat, kacang goreng dan sambelnya pakai sambal kacang. Guriiih banget...
Dari kedai soto Sangka, kami
melanjutkan perjalanan pulang ke rumah tetapi terlebih dahulu mampir ke toko Nopia
Pak Narwan yang berlokasi di Jalan Serayu - Desa Pekunden, kecamatan Banyumas. Sedangkan pabrik pembuatan nopia ini berada di belakang toko, kita hanya perlu melewati jalan kecil untuk menuju
pabriknya.
Saat kami datang masih berlangsung proses produksi nopia dan mini nopia jadi kami diijinkan untuk melihat-lihat proses produksinya.
Pabrik nopia mengolah nopia secara tradisional lho, disini untuk memanggang kue nopia memakai tungku arang dan kuali besar dari tanah liat, jadi bukan memakai oven lho.
Saat kami datang masih berlangsung proses produksi nopia dan mini nopia jadi kami diijinkan untuk melihat-lihat proses produksinya.
Pabrik nopia mengolah nopia secara tradisional lho, disini untuk memanggang kue nopia memakai tungku arang dan kuali besar dari tanah liat, jadi bukan memakai oven lho.
Disini memproduksi nopia dan mino
(mini nopia) dengan aneka rasa seperti: coklat, gula jawa dan bawang merah. Unik
banget ada rasa bawang merah, saya pun
penasaran dan minta ijin untuk mencicipi rasa bawang merah, rupanya isiannya
seperti karamel gula jawa yang dicampurkan bawang merah.
Nopia dan mini nopia
produksi pak Marwan ini dikirim ke
beberapa daerah di pulau jawa, diantaranya ke Yogyakarta. Tampak para pegawai
sedang packing mini nopia kedalam plastic kemasan 300 gram, lalu dimasukkan ke
dalam kotak kayu, yang kemudian ditempelkan label untuk dikirim ke ekspedisi ke
alamat pemesan.
Saya pun membeli mini nopia rasa
coklat dan gula jawa. Harga satu bungkus mini nopia ukuran 300 gram Cuma sepuluh
ribu rupiah lho. Murah kan. J
Setelah selesai membeli kami pun
pamit pulang dan cukup berjalan kaki sebentar saja, kami sudah sampai di rumah
mba Titi.
Setelah sholat dhuhur, istirahat
dan mandi kami packing barang bawaan kami, sore ini kami akan kembali ke
Jakarta, karena long weekend tiket kereta sudah sold out sejak jauh-jauh hari
maka kami memilih alternative lain yaitu naik travel , sedangkan teman yang
lain ada yang naik bus dan kereta.
Sebelum travel menjemput kami,
kami menyempatkan diri berjalan-jalan sebentar ke kelenteng Boen Tek Bio.
Kelenteng Boen Tek Bio berlokasi di belakang pasar Banyumas, tepatnya di jalan
Pungukuran, desa Sudagaran, kecamatan Banyumas. Kelenteng ini berdiri pada
tahun 1960, lokasinya pun tak jauh dari aliran sungai Serayu yang merupakan
ikon dari kabupaten Banyumas.
Kelenteng ini pernah terbakar di tahun 2012 tapi sekarang sudah selesai direnovasi, jadi kita bisa melihat keindahan arsitektur bangunan kelenteng Boen Tek Bio ini.
Kelenteng ini pernah terbakar di tahun 2012 tapi sekarang sudah selesai direnovasi, jadi kita bisa melihat keindahan arsitektur bangunan kelenteng Boen Tek Bio ini.
Selesai berfoto-foto kami segera
kembali ke rumah, untuk menunggu mobil jemputan travel yang akan membawa kami
kembali ke Jakarta.
wah udah jadi reportnya mbak Sari,,,,seru ya ?
BalasHapuseeh...ada mba Titi rupanya...maaf baru baca komennya. jarang buka blog nich. hehehe..
Hapus