Melanjutkan tulisan sebelumnya, setelah menyelesaikan half
day tour Trowulan kami minta didrop di stasiun Mojokerto untuk melanjutkan
perjalanan menuju Banyuwangi. Kereta Sritanjung berangkat sekitar jam 12.44 dan
akan sampai di Stasiun Karangasem sekitar jam 20.34. Oh ya, Banyuwangi memiliki
banyak stasiun kereta api, kalau ingin turun di kota Banyuwanginya maka ketika
memesan tiket kita harus memilih stasiun Karangasem ya. Kereta Sritanjung akan
berhenti sekitar 15-30 menit di stasiun Surabaya, jadi bagi yang ingin membeli
makanan atau sekedar keluar dari gerbong kereta untuk menghirup udara segar ada
cukup waktu koq.
Setelah sekitar 8 jam perjalanan akhirnya sampailah
kami di stasiun Karangasem. Setelah keluar dari stasiun kami segera menuju ke
homestay yang sudah dipesan oleh Yessy. Homestay Rumah Singgah Banyuwangi
terletak tak jauh dari stasiun Karangasem, hanya perlu berjalan ke kiri pintu
keluar stasiun beberapa meter saja. Ketika kami sampai di resepsionis, setelah
mendapatkan kunci kamar homestay, kami juga menanyakan apakah ada open trip tour
Blue Fire untuk malam ini? Resepsionis bilang belum ada, tapi bisa juga kalau
mau naik ojek motor. Nah, pas kebetulan disitu ada turis dari Italia, seorang perempuan dan seorang anak lelakinya
yang berumur sekitar 7 tahun lalu Yessy pun berpikir bagaimana kalau kita ajak mereka share cost saja.
Kami menuju ke kamar homestay untuk meletakkan barang bawaan kami lalu pergi keluar untuk makan malam di warung yang tak jauh dari homestay kami. Saya pun memesan soto ayam + ceker.
Sepulan dari makan malam saya langsung kembali ke kamar, sementara Yessy kembali berbincang dengan resepsionis dan berkenalan dengan turis Italia tadi,
ternyata sang ibu bernama Gayatri dan anaknya bernama Niki. Sambil ngobrol Yessy mengajak Gayatri untuk share cost menyewa mobil disertai pemandu untuk ke kawah Ijen. Setelah semua
sepakat, saatnya untuk istirahat sebentar karena nanti jam 1 malam kami akan
bersiap berangkat menuju kawah Ijen.
Sekitar jam 1 dini hari kami sudah bangun dan bersiap
untuk berangkat, mobil berangkat dalam kegelapan malam dan ketika sudah menuju
jalan ke kawah Ijen kendaraan mulai ramai mengular bahkan sempat ada mobil di
depan kami yang mengalami mogok maka terjadilah kemacetan dan pas kebetulan
mobil yang kami tumpangi berhenti pas di tanjakan. Duh ngeriii…kalo mobilnya ga
kuat ngerem dan bisa merosot ke belakang menabrak mobil lainnya.
Ketika kami sampai di Pos Paltuding ternyata mulai
hujan rintik-rintik. Untungnya pemandu menyediakan mantel plastik jadi bisa pinjam
dech daripada harus beli 20ribu. Bagi kalian yang lupa tidak membawa sarung
tangan juga bisa beli disini koq, ada pedagang asongan yang menjualnya mulai
dari lokasi parkir mobil. Sekitar jam 2 tiket dan pintu masuk kawah Ijen sudah
dibuka, kami pun ikut serta dalam barisan para pemburu Blue Fire yang
didominasi oleh turis mancanegara.
FYI nich, Gunung Ijen terletak di perbatasan Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur. Gunung Ijen memiliki ketinggian 2.443 mdpl dan berdampingan dengan Gunung Merapi. Untuk mendaki Gunung Ijen bisa berangkat dari Banyuwangi dan Bondowoso, yang lebih terkenal sih dari Banyuwangi makanya banyak yang salah persepsi kalau Gunung Ijen itu berada di Banyuwangi.
FYI nich, Gunung Ijen terletak di perbatasan Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur. Gunung Ijen memiliki ketinggian 2.443 mdpl dan berdampingan dengan Gunung Merapi. Untuk mendaki Gunung Ijen bisa berangkat dari Banyuwangi dan Bondowoso, yang lebih terkenal sih dari Banyuwangi makanya banyak yang salah persepsi kalau Gunung Ijen itu berada di Banyuwangi.
Back to the topic, malam itu pengunjung lumayan banyak jadi sejak dari
pintu gerbang kami berjalan pelan-pelan saja. Ini adalah pengalaman pertama
saya naik gunung dan di malam hari pula. Baru berjalan beberapa ratus meter dari
gerbang kaki saya sudah terasa lelah, nafas tersengal-sengal, mulut terasa kering dan rasanya ga kuat
lagi untuk berjalan sampai puncak. Tapi Yessy selalu menyemangati saya untuk melanjutkan perjalanan
sampai puncak kawah Ijen.
Oh ya disini juga terdapat jasa troli untuk naik/turun kawah Ijen, semacam gerobak dorong kecil yang bisa dinaiki oleh 1 orang dewasa, tapiii harganya sekitar 500ribu. Ada kejadian sebuah troli yang sedang ditarik oleh bapak-bapak tiba-tiba talinya putus, untung aja dibelakang troli ada seorang bapak yang jagain trolinya juga. Kalo enggak kan ngeri...penumpang bisa terjun bebas ke belakang. Daripada harus bayar mahal untuk naik troli mendingan saya jalan pelan-pelan saja dech.
Tak terhitung berapa kali saya berhenti karena kelelahan, lalu minum beberapa teguk air mineral, ga berani minum banyak-banyak takut kebelet kencing kan repot. Saya merasa dan hampir menyerah. Dalam hati saya bilang, ketika kita merasa hampir menyerah di situlah saatnya untuk tidak menyerah. Dengan tertatih-tatih saya melanjutkan perjalanan dalam udara yang dingin dan berangin, beruntung saya memakai 2 lapis baju + jaket jadi tak begitu kedinginan, malah berasa seperti berkeringat. Yang membuat saya salut itu Niki bocah lelaki umur 7 tahun dengan santainya bisa berlari-lari sepanjang jalan. Luar biasa….
Oh ya disini juga terdapat jasa troli untuk naik/turun kawah Ijen, semacam gerobak dorong kecil yang bisa dinaiki oleh 1 orang dewasa, tapiii harganya sekitar 500ribu. Ada kejadian sebuah troli yang sedang ditarik oleh bapak-bapak tiba-tiba talinya putus, untung aja dibelakang troli ada seorang bapak yang jagain trolinya juga. Kalo enggak kan ngeri...penumpang bisa terjun bebas ke belakang. Daripada harus bayar mahal untuk naik troli mendingan saya jalan pelan-pelan saja dech.
Tak terhitung berapa kali saya berhenti karena kelelahan, lalu minum beberapa teguk air mineral, ga berani minum banyak-banyak takut kebelet kencing kan repot. Saya merasa dan hampir menyerah. Dalam hati saya bilang, ketika kita merasa hampir menyerah di situlah saatnya untuk tidak menyerah. Dengan tertatih-tatih saya melanjutkan perjalanan dalam udara yang dingin dan berangin, beruntung saya memakai 2 lapis baju + jaket jadi tak begitu kedinginan, malah berasa seperti berkeringat. Yang membuat saya salut itu Niki bocah lelaki umur 7 tahun dengan santainya bisa berlari-lari sepanjang jalan. Luar biasa….
Perjalanan menuju kawah Ijen tidaklah mulus, karena
hujan dan badai menerpa kami, bahkan saya ga berani menoleh ke kiri-kanan jalan
yang saya lalui, secara dalam kegelapan malam ada apakah di kiri-kanan jalan
terdapat tebing yang curam. Terkadang mulut saya dan hati saya berdzikir untuk mengurangi rasa lelah dan kembali bersemangat untuk melanjutkan perjalanan sampai selesai.
Akhirnya sampailah kami di puncak kawah Ijen, tetapi
dari sini tak tampak dimana Blue Firenya. Jadi kami harus berjalan menuruni
kawah Ijen, jalanan yang terjal, curam dan hanya berupa jalan setapak, kadang
kami harus berhenti dan menepi ketika berpapasan dengan pengunjung yang baru
balik dari bawah kawah.
Ketika kami sudah mendekati kawasan Blue Fire, malam
itu si api biru kurang terlihat jelas karena berkabut dan semburan uap belerang
yang tebal. Sebelumnya saya sempat googling gambar blue fire yang kelihatan
begitu indah, melingkar dan berwarna biru seperti nyala kompor gas. Maka disini
saya menyaksikan dengan mata kepala sendiri. Blue Fire hanya ada di dunia lho,
yaitu di Banyuwangi dan satu lagi di Islandia.
Hanya sebentar kami bisa menyaksikan fenomena Blue
Fire, karena tak berapa lama kemudian hari mulai terang, tampak kepulan asap pekat dan danau yang berwarna tosca pun mulai terlihat. Ketika sudah menengok ke
dinding kawah saya pun terkejut, ya ampun tadi malam kita melewati jalan itu?
Cuaca agak mendung jadi sunrise pun tidak terlihat
dari kawah Ijen, tapi lumayanlah bisa berfoto dengan background danau yang berwarna tosca.
Setelah cukup berfoto-foto kami pun kembali ke puncak Kawah Ijen, kami menyusuri jalan yang terjal dan berbatu, pantaslah tadi malam kami berjalan bagai merayap ternyata jalannya seperti ini.
Disini kita kadang harus menepi untuk memberi jalan kepada para pekerja yang sedang mengangkut batu belerang. Batu belerang lebih dari 60 kg dipikul oleh para pekerja untuk kemudian dikumpulkan di bagian atas kawah. Sungguh bapak-bapak yang tangguh, bekerja di tempat yang beresiko dekat dengan gas beracun dan hanya dengan alat pengaman yang minim.
Setelah cukup berfoto-foto kami pun kembali ke puncak Kawah Ijen, kami menyusuri jalan yang terjal dan berbatu, pantaslah tadi malam kami berjalan bagai merayap ternyata jalannya seperti ini.
Saya, Niki, Yessy |
Disini kita kadang harus menepi untuk memberi jalan kepada para pekerja yang sedang mengangkut batu belerang. Batu belerang lebih dari 60 kg dipikul oleh para pekerja untuk kemudian dikumpulkan di bagian atas kawah. Sungguh bapak-bapak yang tangguh, bekerja di tempat yang beresiko dekat dengan gas beracun dan hanya dengan alat pengaman yang minim.
Akhirnya sampailah kami di puncak kawah Ijen, ada kesempatan untuk memfoto kawah Ijen dari bagian atas.
Tak berapa lama kemudian cuaca mendung, berkabut dan agak berangin dan mulai turun hujan, kami pun segera berjalan untuk turun gunung.
Gayatri, Niki, Yessy, Saya |
Perjalanan turun dengan kemiringan sekitar 40 derajat ini pun saya hanya bisa berjalan perlahan karena kaki sudah terasa pegal-pegal dan capek. Saya pun berserapah, cukuplah saya ke
tempat ini sekali ini saja, sudah ga penasaran lagi dech. Kecuali kalo nanti sudah ada kereta gantung (seperti di Genting) bolehlah kesini lagi jadi ga perlu capek-capek mendaki gunung. Hahaha..
*Denger-denger belakangan ini di puncak kawah Ijen mulai dibangun pendopo/entah apa itu,dan banyak banyak kalangan yang mengecam.
Ekspresi gembira ketika sudah berhasil naik dan turun Gunung Ijen dengan kaki sendiri, tanpa naik troli. Hahaha..
*Denger-denger belakangan ini di puncak kawah Ijen mulai dibangun pendopo/entah apa itu,dan banyak banyak kalangan yang mengecam.
Ekspresi gembira ketika sudah berhasil naik dan turun Gunung Ijen dengan kaki sendiri, tanpa naik troli. Hahaha..
Ketika sampai di bawah kami pun segera mencari sarapan, segelas teh manis hangat dan pisang goreng, terasa nikmat.
Setelah selesai sarapan, rupanya Gayatri, Niki dan
pemandu sudah menunggu di mobil. Jadi kami langsung berangkat untuk kembali ke
homestay. Dalam perjalanan menuju homestay kami mampir dulu ke Air Terjun
Jagir. Ikuti kelanjutannya di tulisan berikutnya ya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar